Kamis, 04 November 2010

Mother In Law, Peace Laaah Yaaawww ...

Di dalam agama yang saya anut, perceraian merupakan sesuatu yang dilaknat tetapi diharuskan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.

Dalam kurun waktu kurang lebih setahun terakhir ini saya menuntut diri saya untuk dapat membelajari kegagalan kehidupan rumah tangga saya dari kepingannya yang tersisa.  Seperti kebanyakan rumah tangga lainnya, awal kehidupan rumah tangga sayapun begitu terasa membahagikan dan begitu penuh cinta.  Namun ketika konflik semakin tak dapat dihindari, maka ketika itulah akhirnya rumah tangga saya harus berujung pada sebuah perceraian.

Keputusan Pengadilan Agama Depok yang kebetulan menangani kasus perceraian saya.  Hal yang memicu perpecahan dalam rumah tangga saya adalah karena adanya campur tangan pihak ketiga.  Masalah yang cukup klasik, namun merupakan momok paling menakutkan dalam sebuah perkawinan.  Yaitu konflik antara menantu vs mertua,  apalagi ... kebetulan mertua saya tinggal serumah.

Biasanya konflik ini terjadi karena tidak ada keselarasan antara mertua dan menantunya. Alasan lainnya karena mereka sama-sama wanita, di mana sesama wanita seringkali dihinggapi persaingan. Mereka bersaing mencurahkan perhatian dan ingin mendapatkan perhatian dari pria yang sama. Sang ibu merasa berhak mendapatkan curahan kasih sayang dari anaknya dan juga ingin selalu diperhatikan anak tercinta karena ia yang melahirkan anak itu. Sedangkan, sang istri merasa dialah yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dan perhatian penuh dari suaminya karena sekarang mereka akan hidup bersama seumur hidupnya, dan dialah yang akan merawat suaminya.

Tak ada yang patut disalahkan dari semua masalah yang timbul dan membelit di antara kedua kubu. Suami pun tak seharusnya disalahkan. Oleh karena itu, Keterbukaan dan komunikasi yang bagus menjadi solusi dalam hal ini. Kebijaksanaan suami sangat di harapkan sehingga tidak berat sebelah.   

Jika konflik antara mertua dan menantu ini dibiarkan begitu saja, tentunya akan menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga. Hal ini akan lebih diperparah dengan sikap suami yang merasa memiliki hutang budi kepada ibunya.   Apabila konflik ini terjadi ... saya jamin akan merambat ke masalah suami-isteri dan bukan tidak mungkin solusinya berakhir dengan sebuah perceraian.



Bercerai dengan pasangan hidup dianggap sebagai solusi terbaik bagi banyak pasangan yang menikah. Alasan lain bercerai adalah memberi pasangan hidup pelajaran sebagai jalan keluar yang baik untuk mengakhiri rasa sakit hati.  Masalah yang tampak kepermukaan terlihat memang sudah selesai, namun bisa dipastikan, masalah yang sama akan kembali muncul pada pernikahan selanjutnya.  Mengapa? Karena konflik pada setiap pernikahan esensinya adalah sama.  Konflik ini menjadi terlihat berbeda karena terjadi pada latar belakang pernikahan yang berbeda-beda, kondisi intelektual, emosional dan spiritual individu yang berbeda, dan yang paling fundamental adalah cara sikap dan memutuskan jalan keluar dalam menghadapi konflik pada masing-masing pernikahan berbeda.

Bercerai dan menjadi single parent hanyalah pilihan nasib (karena hidup itu adalah pilihan) dan bukan suatu aib.  Jadi kenapa harus malu? Because life must go on ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar