Jumat, 19 November 2010

Sayap Sayap Patah (Kahlil Gibran)

Wahai Langit
Tanyakan pada-Nya

Mengapa dia menciptakan sekeping hati ini..
Begitu rapuh dan mudah terluka..
Saat dihadapkan dengan duri-duri cinta
Begitu kuat dan kokoh
Saat berselimut cinta dan asa..

Mengapa dia menciptakan rasa sayang dan rindu
Didalam hati ini..
Mengisi kekosongan di dalamnya
Menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih
Menimbulkan segudang tanya
Menghimpun berjuta asa
Memberikan semangat..
juga meninggalkan kepedihan yang tak terkira

Mengapa dia menciptakan kegelisahan dalam relung jiwa
Menghimpit bayangan
Menyesakkan dada..
Tak berdaya melawan gejolak yang menerpa…

Wahai ilalang…
Pernah kan kau merasakan rasa yang begitu menyiksa ini
Mengapa kau hanya diam
Katakan padaku
Sebuah kata yang bisa meredam gejolak hati ini..
Sesuatu yang dibutuhkan raga ini..
Sebagai pengobat tuk rasa sakit yang tak terkendali

Desiran angin membuat berisik dirimu
Seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku
Aku tak tahu apa maksudmu
Hanya menduga..
Bisikanmu mengatakan ada seseorang di balik bukit sana
Menunggumu dengan setia..
Menghargai apa arti cinta…

Hati yang terjatuh dan terluka
Merobek malam menoreh seribu duka
Kukepakkan sayap-sayap patahku
Mengikuti hembusan angin yang berlalu
Menancapkan rindu….
Disudut hati yang beku…
Dia retak, hancur bagai serpihan cermin
Berserakan ….
Sebelum hilang di terpa angin…

Sambil terduduk lemah….
Ku coba kembali mengais sisa hati
Bercampur baur dengan debu
Ingin ku rengkuh…
Ku gapai kepingan di sudut hati…
Hanya bayangan yang ku dapat….
Ia menghilang saat mentari turun dari peraduannya
Tak sanggup ku kepakkan kembali sayap ini
Ia telah patah..
Tertusuk duri-duri yang tajam….
Hanya bisa meratap….
Meringis..
Mencoba menggapai sebuah pegangan..

Selasa, 16 November 2010

Selamat Ulang Tahun Anakku ...

Segala puji bagi Allah, yang awal tanpa yang awal sebelum-Nya, yang akhir tanpa yang akhir sesudah-Nya. Mahasuci AsmaNya, Mahatampak AnugrahNya.
Ya Allah. Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Shalawat yang awalnya tidak terbatas, yang batasnya tidak berujung, dan akhirnya tidak berhingga.

Ya Allah ... anugerahkan kepadaku kelangsungan hidup anakku, panjangkan usianya, sehatkan badannya, akhlaknya, agamanya, sejahterakan jiwa dan raganya, alirkan rezekinya melalui tanganku, anugerahkan kepadanya kecerdasan akal dan kebeningan hati.

Bantulah aku, mendidiknya, berbuat baik kepadanya dari sisiMu. Jadikan anakku, mendekatiku, menyayangiku, mencintaiku. Jadikan anakku, orang yang baik dan takwa, yang punya pandangan dan pendengaran yang taat kepadaMu, yang mencintai dan setia kepada kekasihMu ... Muhammad.

Berikan semua itu dengan petunjuk dan rahmatMu, berikan kepada kami apa yang terbaik di dunia dan akhirat. Amiiiiiiiiiiiiin ...

Selamat Ulang Tahun Anakku

Senin, 08 November 2010

Perempuan Orang Tua Tunggal, Suatu Bentuk Kekuatan Perempuan

Keluarga yang lengkap dan utuh adalah idaman setiap orang. Namun, adakalanya nasib berkehendak lain. Jujur, saya merasa teramat sangat marah pada “keadaan” yang telah merampas keutuhan rumah tangga saya.  “Keadaan” yang menjadi penyebab hilangnya kebahagiaan anak saya.  Karena “keadaan” itulah anak saya yang masih balita harus merasakan ketidak sempurnaan kasih sayang Ayahnya.  Harus berpisah dari Abang dan kakak ... yang mana walapun mereka berbeda Ibu, tetapi saya yakin, anak-anak saya saling menyayangi satu sama lain.  Berbulan-bulan ... setiap malam, sebelum tidur saya pandangi dan ciumi  wajah polos anak saya.  Tak terasa air mata saya jatuh menitik.  Berulang kali saya berbisik di telinganya, "Maafkan Ibu, sayang..." berulang kali ...

Saya adalah ibu anak saya. Anak yang selama sembilan bulan kurang ,  saya kandung dalam rahim saya. Kebetulan anak saya lahir premature (8 bln) karena sejak usia 4 bln, saya mengalami perdarahan yang disebabkan oleh plasenta previera totalis.  Anak yang pernah berada sangat dekat dengan jantung dan hati saya. Kadang dia terbangun dari tidurnya karena mendengar isakan tertahan saya.  Mata beningnya yang bulat menatap saya dengan sendu. “Ibu ... Ibu jangan nangis terus ... nanti rumah kita banjir.”
Suara kanak-kanaknya yang lucu, polos dan lembut membangkitkan keyakinkan saya, bahwa saya akan mampu memberikan kebahagiaan untuknya.

Hidup tak selalu sempurna dan impian saya tidaklah terlalu berlebihan.  Saya ingin membuktikan kepada orang-orang disekeliling saya terutama mantan suami saya dan seluruh keluarganya. Membuktikan bahwa saya mampu membesarkan dan mendidik anak saya dengan baik.  Membuktikan bahwa saya adalah seorang perempuan kuat yang akan terus berjuang agar dibibir anak saya selalu dihiasi sesungging senyum.  Dan harus pula diakui, bahwa banyak orang telah bisa mencapai keberhasilan di dalam kehidupannya, walaupun mereka harus hidup tanpa seorang ayah.  Misalnya ... Barack Obama Presiden Amerika Serikat yang ke 44.  Kata orang bijak, mimpi adalah juga sebuah doa ... Semoga Allah bekenan mengijabah segala doa saya ... Amin YRA

Melalui artikel ini saya berharap - tidak saja - perempuan yang memilih atau “terpilih” oleh nasib menjadi orang tua tunggal tetapi juga anak (-anak) mereka dapat lebih dihargai keberadaan dan perjuangannya. Oleh siapapun kita yang selama ini tanpa disadari terkadang bersikap “melecehkan” keberadaan mereka.

Menjadi orang tua tunggal dalam sebuah rumah tangga tentu bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi, bagi seorang isteri yang ditinggalkan oleh sang suami, entah itu karena meninggal atau alasan bercerai. Paling tidak, dibutuhkan perjuangan berat untuk membesarkan si buah hati, termasuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Pada perempuan yang pernah menikah lalu bercerai, siap atau tidak, predikat janda dengan anak(-anak) akan disandangnya. Bila hubungan dengan mantan suami dan keluarganya baik, masalah figur ayah juga kebutuhan hidup sehari-hari bagi anak sedikit banyak teratasi. Kehadiran ayah bukan hanya secara fisik, masih dapat dirasakan anak dan lingkungan sekitar pun melihat kenyataan keberadaan sosok ayah sekalipun telah bercerai dari sang ibu tetapi tetap menjadi bagian dalam hidup anak.  Namun, bila hubungan tersebut berantakan dan tanpa dukungan memadai dari pihak keluarga perempuan, maka sang anak pun harus siap ikut menanggung akibatnya.

Anak-anak janda ini pun akan ditanyai keberadaan (bukan hanya fisik) ayahnya. Pertanyaan seperti, "Ayahmu pernah telepon tidak?" atau "Ayahmu pernah ngasih apa aja buat kamu?" Juga, "Lho, kenapa ayahmu tidak mau tinggal sama kamu lagi?"


Jelaslah bagi anak dari perempuan orangtua tunggal, terlebih bila anak bersekolah di sekolah biasa dan bukan sekolah kurikulum internasional yang biasanya tidak mempermasalahkan hal ini, tekanan yang dihadapi anak tidak ringan. Selain secara pribadi ia menyaksikan anak-anak lain memiliki ayah-ibu yang tampak bersama-sama dalam acara-acara tertentu sekolah, dalam lingkungan sekolah dan pertemanannya pun ia akan ditanyai keberadaan ayahnya. Sekali-dua sosok ayah tidak hadir masih dapat dimaklumi, tetapi bila setiap kali hanya berdua dengan ibu, maka pertanyaan mengenai ayah tanpa sungkan akan diajukan.

Belum lagi bila teman-teman sebaya ribut membanggakan kelebihan ayah masing-masing. Figur ayah macam apa yang dapat ia banggakan? Sekadar foto-foto seorang pria, baik sendirian maupun bersama ibunya (ataupun juga dengan sang anak), di masa entah kapan? Bagi seorang ibu, hal-hal yang menyangkut dan melukai perasaan anaknya sungguh terasa lebih menghunjam daripada gosip tetangga dan rekan kerja tentang dirinya.

Anak dari perempuan orangtua tunggal dapat tumbuh sehat jasmani dan rohani, moril dan materiil atas dukungan keluarga inti dan keluarga besar, juga lingkungan yang menerima, tetapi semua itu memerlukan proses yang tidak semenarik ilusi sulap.


Meski menjadi perempuan orangtua tunggal terbilang tak mudah dijalani, namun sangat banyak wanita yang menjadi ibu sekaligus kepala keluarga, tetap sukses membesarkan anak-anaknya.

Akhir kata, marilah kita galakkan pemahaman bahwa menjadi orangtua tunggal adalah pilihan hidup yang tidak mudah, namun tetap harus dihargai sebagai suatu bentuk kekuatan perempuan yang dapat dibanggakan, bukannya trend layar kaca yang ingar-bingar. Di balik keputusan tersebut terkandung permasalahan yang kompleks dan perjuangan amat berat bagi perempuan kebanyakan yang tidak mungkin dibahas secara gamblang di media apa pun.

(diambil dari berbagai sumber)

Kamis, 04 November 2010

Mother In Law, Peace Laaah Yaaawww ...

Di dalam agama yang saya anut, perceraian merupakan sesuatu yang dilaknat tetapi diharuskan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.

Dalam kurun waktu kurang lebih setahun terakhir ini saya menuntut diri saya untuk dapat membelajari kegagalan kehidupan rumah tangga saya dari kepingannya yang tersisa.  Seperti kebanyakan rumah tangga lainnya, awal kehidupan rumah tangga sayapun begitu terasa membahagikan dan begitu penuh cinta.  Namun ketika konflik semakin tak dapat dihindari, maka ketika itulah akhirnya rumah tangga saya harus berujung pada sebuah perceraian.

Keputusan Pengadilan Agama Depok yang kebetulan menangani kasus perceraian saya.  Hal yang memicu perpecahan dalam rumah tangga saya adalah karena adanya campur tangan pihak ketiga.  Masalah yang cukup klasik, namun merupakan momok paling menakutkan dalam sebuah perkawinan.  Yaitu konflik antara menantu vs mertua,  apalagi ... kebetulan mertua saya tinggal serumah.

Biasanya konflik ini terjadi karena tidak ada keselarasan antara mertua dan menantunya. Alasan lainnya karena mereka sama-sama wanita, di mana sesama wanita seringkali dihinggapi persaingan. Mereka bersaing mencurahkan perhatian dan ingin mendapatkan perhatian dari pria yang sama. Sang ibu merasa berhak mendapatkan curahan kasih sayang dari anaknya dan juga ingin selalu diperhatikan anak tercinta karena ia yang melahirkan anak itu. Sedangkan, sang istri merasa dialah yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dan perhatian penuh dari suaminya karena sekarang mereka akan hidup bersama seumur hidupnya, dan dialah yang akan merawat suaminya.

Tak ada yang patut disalahkan dari semua masalah yang timbul dan membelit di antara kedua kubu. Suami pun tak seharusnya disalahkan. Oleh karena itu, Keterbukaan dan komunikasi yang bagus menjadi solusi dalam hal ini. Kebijaksanaan suami sangat di harapkan sehingga tidak berat sebelah.   

Jika konflik antara mertua dan menantu ini dibiarkan begitu saja, tentunya akan menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga. Hal ini akan lebih diperparah dengan sikap suami yang merasa memiliki hutang budi kepada ibunya.   Apabila konflik ini terjadi ... saya jamin akan merambat ke masalah suami-isteri dan bukan tidak mungkin solusinya berakhir dengan sebuah perceraian.



Bercerai dengan pasangan hidup dianggap sebagai solusi terbaik bagi banyak pasangan yang menikah. Alasan lain bercerai adalah memberi pasangan hidup pelajaran sebagai jalan keluar yang baik untuk mengakhiri rasa sakit hati.  Masalah yang tampak kepermukaan terlihat memang sudah selesai, namun bisa dipastikan, masalah yang sama akan kembali muncul pada pernikahan selanjutnya.  Mengapa? Karena konflik pada setiap pernikahan esensinya adalah sama.  Konflik ini menjadi terlihat berbeda karena terjadi pada latar belakang pernikahan yang berbeda-beda, kondisi intelektual, emosional dan spiritual individu yang berbeda, dan yang paling fundamental adalah cara sikap dan memutuskan jalan keluar dalam menghadapi konflik pada masing-masing pernikahan berbeda.

Bercerai dan menjadi single parent hanyalah pilihan nasib (karena hidup itu adalah pilihan) dan bukan suatu aib.  Jadi kenapa harus malu? Because life must go on ...