Raihan
itu maniak banget sama kereta! Kalo di ibaratkan sakit kanker ... udah stadium
lanjut. Contohnya hari ini sepulang dari
Cilandak, saya dan Raihan milih naek commuter line. Padahal biasanya dia minta naik taksi. Jadilah
kami berdua dari jalan raya Cilandak KKO naik angkot ke stasiun Pasar Minggu. Rupanya commuter line tujuan Bogor senja itu
baru akan tiba pukul 18.20 bbwi.
Sementara waktu masih menunjukkan pukul 17.50 bbwi, masih 30 menit
lagi. Aku tidak khawatir bahwa Raihan
akan jenuh menunggu sedemikian lama.
Karena dia pasti akan tenggelam dengan keasyikannya memperhatikan kereta
yang datang dan pergi di stasiun.
Akupun
lalu mengajaknya duduk di salah satu penjaja gorengan yang memang banyak
berjajar di peron stasiun. Penjaja
gorengan ini hanya boleh berjualan di peron stasiun ketika hari mulai menjelang
sore. Langsung kupilih lontong isi oncom dan bakwan, disiram sambal kacang. Lumayan nendang untuk sekedar mengganjal perut
yang memang belum diisi sedari siang.
Kutunggu
reaksi Raihan, karena baru kali ini dia aku ajak “nongkrong” di penjaja makanan kami lima. Tanpa canggung di comotnya risol isi bihun,
dua sekaligus. Hahaha ... bagus nak!
Kamu harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dalam kondisi seperti apapun.
Selanjutnya
... seperti dugaanku sejak awal ... Raihan terlihat asik memperhatikan kereta
yang datang dan pergi di stasiun ini sembari menikmati risol isi bihun.
Pukul
17.45 aku segera membayar jajanan yang kami makan. Tak lama commuter line
tujuan Bogor yang akan kami tumpangipun tiba.
Walau kami tidak dapat tempat duduk, tapi kondisi di dalam gerbong cukup
lengang. Namun karena hari sudah malam,
Raihan tidak dapat menikmati pemandangan dengan leluasa di sepanjang
perjalanan. Raihanpun memilih duduk lesehan di lantai kereta seperti banyak
penumpang lainnya.
Turun di
stasiun Depok Baru kami sengaja duduk di peron untuk melihat keberangkatan
kereta yang barusan kami tumpangi. Namun
tak seberapa lama berselang, datang commuter line yang hanya sampai stasiun
Depok Lama untuk kembali lagi ke Kota.
Raihan memandangku dengan pandangan penuh harap. Aku paham apa yang di inginkannya. Akhirnya kami naik commuter line tersebut
sampai stasiun Depok Lama. Dan dengan commuter
line yang sama kemudian ikut lagi hanya sampai stasiun Depok Baru.
Karena
sudah malam, penumpang hanya beberapa gelintir saja yang masih melakukan
perjalanan. Kami berdua naik di gerbong paling
depan. Di perjalanan aku mendapat
ide. Ku ketuk pintu cabin masinis.
“Ya bu
...” sapa masinis heran
“Ini
anak saya pak. Dia bercita-cita jadi masinis.” Jelasku
“Boleh
ya pak ... ikut di cabin masinis?” tanyaku berharap sedikit cemas
“Oooooh
... ayo dek ... mari ... mari ...” ajak bapak masinis baik hati itu ke Raihan
Akhirnya
malam itu, jadilah Raihan masinis termuda dan terganteng (tentunya) yang pernah
ada. Walau hanya dari stasiun Depok Lama ke stasiun Depok Baru, cukuplah
membuat hati Raihan bahagia alang kepalang.
Sayang moment ini tidak ku abadikan, tapi aku yakin akan terabadikan
dalam memory hidup Raihan hingga tua
nanti.