Sabtu, 03 September 2011

SETETES AIR MATA DALAM SECANGKIR KOPI


Saya harus minum kopi detik ini juga!  Seperti saya harus menghentikan air mata ini, sebelum anak saya tebangun dan mendapati saya lagi ... lagi ... lagi ... lagi ... lagi dan lagi-lagi menangis pedih ditengah malam buta.  Menitikkan air mata adalah hal yang paling menguras tenaga ... setidaknya demikianlah menurut saya.  Sementara kopi adalah minuman kecintaan saya yang memberikan energi luar biasa.  Sederhana saja ... paling tidak setelah meneguk secangkir kopi, saya kembali memiliki tenaga untuk melanjutkan tangisan berikutnya.  Begitu pemikiran saya ...

Seingat saya di almari dapur ibu saya, masih teronggok setumpuk stock kopi sisa buka puasa bersama Rhamadan kemarin.  Betul saja! Dan sayapun tergoda oleh  bungkusan kopi yang bertuliskan : “kopi luwak white koffie”.  Sayangnya ... kacamata ‘plus’ saya tak mampu membantu mata saya yang sembab membaca bahan-bahan apa saja yang terkandung didalamnya selain dari biji kopi hasil ekstraksi BAB binatang luwak ini. Yang baru-baru ini dipertentangkan kehalalannya oleh MUI.

Kata kopi berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.

Penemuan kopi sebenarnya terjadi secara tidak disengaja ketika penggembala bernama Khalid. Ia mengamati kawanan kambing gembalaannya yang tetap terjaga bahkan setelah matahari terbenam setelah memakan sejenis biji-bijian. Lalu ia pun mencoba memasak dan memakannya. Kebiasaan ini kemudian terus berkembang dan menyebar ke berbagai negara di Afrika, namun metode penyajiannya masih menggunkan metode konvensional. Barulah beberapa ratus tahun kemudian biji kopi ini dibawa melewati Laut Merah dan tiba di Arab dengan metode penyajian yang lebih maju.
    
Sebenarnya saya sendiri baru dua tahun belakangan mencintai kopi.  Tepatnya setelah cinta saya kepada suami saya – maaf – mantan suami saya terbesut di pengadilan agama.  Sementara mantan suami saya (sepertinya) mulai sibuk mencari tambatan untuk melabuhkan hatinya, yang mudah-mudahan semanis saya.  Saya koq ... lebih suka melabuhkan cinta saya pada si hitam manis yang selalu membuat energi saya jadi melimpah ruah ... kopi. Alasan saya, kopi merupakan salah satu minuman yang paling digemari banyak orang. Dari setiap tiga orang di dunia, salah satunya adalah peminum kopi.
Kopi memang sungguh nikmat jika diminum baik pagi hari, atau saat malam hari ketika pekerjaan menumpuk. Kopi merupakan salah satu minuman yang paling dinikmati banyak orang, yang tidak sekadar diteguk saja, namun juga ... dinikmati! Bisnis kopi pun telah menjadi bisnis puluhan milyar dolar, yang hanya mampu disaingi oleh bisnis minyak bumi.  Waaawwww!!

Kenyataannya di berbagai kota besar di Indonesia kini semakin menjamur kedai-kedai tempat minum kopi yang bukan sekedar tempat ngopi namun juga untuk kongkow-kongkow, menjamu relasi atau sekedar hanging out menikmati suasana.  Kedai-kedai inipun seolah berlomba-lomba menjamu semaximal mungkin demi kepuasan para pencinta kopi.  Tidak saja dari jenis kopi yang dihidangkan, namun juga dari suasana kedai yang sangat comfortable. 

Sebut saja kedai kopi yang sudah lama jadi dambaan untuk saya singgahi di Bandung, The Black Coffibar. Kedai minum kopi yang berada di sebelah kanan jalan Cihampelas ini tidak saja memanjakan lidah dengan beberapa menu andalan seperti oreo coffe, Illy, black mochachino tapi konon memiliki konsep ruangan outdoor di lantai 1 dan indoor di lantai 2 Premiere Plasa yang didominasi warna hitam, menjamin rasa nyaman dan betah duduk berlama-lama menikmati sajian kopi beserta pastry yang tersedia.  Atmosfer pencinta kopi selalu diingatkan dengan tulisan di dinding yang berbunyi, “Where Coffee Becomes Art”.  Artinya, minum kopi dapat memberikan suatu nilai lebih kepada para penikmat kopi.

Harum aroma kopi luwak white koffie menggelitik panca indra penciuman saya, menggugah selera saya untuk segera memberikan kenikmatan kepada indra perasa saya agar mencecapnya, sebelum kemudian saya meneguknya perlahan.

Maaf ... saya tidak bermaksud untuk tidak memperdulikan fatwa MUI tentang halal atau haramnya kopi luwak.  Tapi inilah kenikmatan yang berani saya suguhkan bagi diri saya saat ini.  Kenikmatan yang menghasilkan energi luar biasa! Kenikmatan yang menimbulkan rasa cinta yang tak mungkin terbesut  oleh hakim dan panitera pengadilan manapun di dunia! Ahhhhhh ... mengingat itu, mata saya kembali berkaca-kaca dan air matapun kembali tertumpah.  Uuppsss ... tanpa saya sengaja setitiknya menetes ke dalam cangkir kopi seduhan saya. 
Akankah diantara sedap dan manisnya rasa kopi saya kali ini akan terselip pula rasa pahit kehidupan???? Biarkan saya saja yang merasakannya ...


Tulisan ini saya dedikasikan untuk :
·      Anak saya, pemberi semangat hidup dan semangat juang yang tiada duanya. Ibu love you full!
·      Para bloggers, yang merindukan tulisan saya. Terima kasih atas kesetiaannya.
·      Mantan suami saya, maaf bila ada beberapa kalimat dalam tulisan saya yang kurang berkenan.  Terima kasih atas pengertiannya.
·      Wikipedia Indonesia & beberapa sumber, terima kasih untuk rujukannya.
·      Akhirnya ... buat para pecinta kopi diseluruh dunia, lets have drinks a lot of coffe!